KEUTAMAAN SHALAT

            Sesungguhnya shalat mempunyai kedudukan yang sangat agung dalam agama islam ini. sebab, shalat merupakan tiang yang menjaganya, dan amalan yang pertama kali akan dihisab dari seseorang hamba kelak pada hari kiamat. Mengingat begitu urgensinya dan begitu tinggi kedudukannya dalam Islam, maka shalat termasuk salah satu wasiat yang di sampaikan oleh Rasullullah S.AW saat beliau dalam keadaan sakaratul maut. “Demi bapak dan ibuku sebagai tebusannya” kemudian beliau bersabda:

ASHALATA ASHALATA WAMA MALAKAT AYMANUKUM
ARTINYA: “JAGALAH SHALAT, JAGALAH SHALAT DAN HAMBA SAHAYA KALIAN”

Shalawat dan salam selalu dicurahkan atas diri beliau beserta keluarga & orang-orang yang mengikutinya.

            Apabila urgensi shalat tersebut telah dipahami, niscaya tidak akan di dapati dalam masyarakat Islam perkara-perkara yang menyeret pada perbuatan keji dan dosa. Sebab, penyebab utama perkara-perkara tersebut adalah karena mereka meninggalkan shalat atau meremehkan pelaksanaannya.

Allah S.W.T berfirman:

إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

Artinya: “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya) dari ibadah-ibadah yang lain, dan Allah mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan” (QS: Al-‘Ankabut, 29:45)

            Orang yang selalu mengerjakan shalat lima waktu, maka ia tidak mungkin akan mengkhianati umat dan bangsanya, serta tidak mungkin pula mengkhianati risalah dan amanah-Nya

            Rasullullah S.A.W telah memberikan kepada kita resep yang mujarab untuk mengobati segala dosa dan penyimpangan. Sebagaimana sabda beliau:

“BAGAIMANA PENDAPAT KALIAN, JIKA DI DEPAN PINTU RUMAH SALAH SEORANG DI ANTARA KALIAN ADA SUNGAI, SEHINGGA SETIAP HARINYA IA MANDI SEBANYAK LIMA KALI, MAKA APAKAH MASIH TERSISA SEDIKITPUN DARI KOTORANNYA?” PARA SAHABAT MENJAWAB, “TIDAK, YA RASULLULLAH.” MAKA RASULLULLAH S.A.W BERSABDA, “ITULAH PERUMPAMAAN SHALAT LIMA WAKTU. DENGANNYA ALLAH AKAN MENGHAPUS SEMUA KESALAHAN (DOSA)” (H.R Muslim)
           
Adapun tata cara melaksanakan shalat Rasullullah S.A.W, menuntun kita sebagaimana sabdanya:
SHALLU KAMA RA’AITUMUNI USHALLU
ARTINYA: “SHALATLAH KAMU SEKALIAN SEBAGAIMANA KALIAN MELIHAT AKU SHALAT”

Ini merupakan sebuah instruksi dari beliau supaya kita meneladani shalat beliau S.A.W dimana shalat beliaulah yang paling lengkap dan paling sempurna.

            Rasullullah S.A.W apabila hendak mengerjakan shalat dan telah menghadap kiblat, maka beliau biasa memulainya dengan ucapan “Allahu Akbar” (H.R Muslim dan Ibnu Majah)

            Inilah yang disebut Takbiratul Ikhram, ia termasuk salah satu rukun shalat, dan shalat tidak akan sah tanpa di mulai dengannya, beliau tidak pernah mengucapkan sesuatupun sebelum Takbiratul Ikhram, dan beliau juga tidak pernah melafazhkan niat secara mutlak, sebagaimana dilakukan orang-orang sekarang.

Sesungguhnya amalan ini termasuk bid’ah yang tiada dalilnya, mengucapkan atau melafazhkan niat tersebut. Dan beliau S.A.W hanya memerintahkan sebagaimana sabdanya:

“JIKA KAMU TELAH BERDIRI UNTUK MENGERJAKAN SHALAT, MAKA BER TAKBIRLAH” (H.R Bukhari 799-757, Muslim 397)

Adapun membaca do’a Isti’adzah yakni memohon perlindungan kepada Allah, dengan mengucapkan “A’udzubillahi minasysyaithanirrajim” ada tuntunannya, yaitu firman Allah S.W.T:

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Artinya: “Apabila kamu membaca Al-Qur’an, maka mintalah perlindungan kepada Allah dari syetan yang terkutuk” (Q.S Al-Nahl, 16:98)

Juga Bedasarkan Praktek Nabi S.A.W Karena Beliau Setelah Membaca Do’a Iftitah, Biasa Mengucapkan:

“ALLAHUMMA INNI ‘AUDZUBIKA MINASYSYAITANIRRAJIM MIN HAMZIHI WANAFJIHI WANAFTSIHI”
ARTINYA: YA ALLAH, SESUNGGUHNYA AKU BERLINDUNG KEPADA-MU DARI SYETAN YANG TERKUTUK, BAIK DARI GOADAAN BISIKAN MAUPUN SIHIRNYA. (H.R Abu Daud 670, Ibnu Majah 807)

Diriwayatkan dengan shahih dari nabi S.A.W:

LA SHALATA LIMN LAM YAQRA’ BIFATIHATIL KITAB.
ARTINYA: “TIDAK SAH SHALAT SESEORAN, APABILA TIDAK MEMBACA SURAT AL-FATIHAH” (H.R Bukhari 576, Muslim 394)

Tentang menyimak (mendengarkan) bacaan imam, Allah S.W.T berfirman:

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Artinya: “dan Apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapatkan rahmat” (Q.S Al-A’raf 7:204)

Juga bedasarkan sabda nabi S.A.W:

MAN KANALAHU IMAMUN FAQIRA ATUHULAHU QIRA ATU
ARTINYA: “BARANG SIAPA YANG SHALAT BERSAMA IMAM, MAKA BACAAN IMAM JUGA MENJADI BACAANNYA” (H.R Ibnu Majah 850). Mayoritas ulama lebih mengunggulkan pendapat ini.

Disunnahkan bagi imam, makmum dan yang shalat sendirian untuk membaca “Amin” beliau S.A.W memotivikas kita supaya mengamalkan hal itu dalam sabdanya:

MAN WAFAQA TA’MINUHU TAKMINAL MALA IKATI GHUFIRALAHU MATAQADDAMA MIN DZAMBIHI
ARTINYA: BARANG SIAPA YANG UCAPAN AMINNYA BERTEPATAN DENGAN UCAPAN AMIN PARA MALIAIKAT, MAKA DOSA-DOSANYA YANG TELAH LAMPAU TELAH DIAMPUNI (H.R Bukhari 780, muslim 410)

Disunnahkan juga kita membaca apa yang mudah dari Al-Qur’an pada dua rakaat pertama setelah Al-Fatihah, karna nabi S.A.W juga membacanya demikian. Dalam shalat subuh nabi S.A.W biasa membaca sekitar 60 sampai 100 ayat, kadang kala beliau S.A.W memanjangkan bacaan shalat dzuhur, sementara dalam shalat Asharnya hanya separuh dari bacaan shalat dzuhur. Dalam shalat magrib beliau biasa membaca surat-surat pendek dan adapun pada shalat isya bacaan beliau biasanya pertengahan saja. Seperti surat Al-A’la, Adh-Dhuha, Alam Nasrah, Asy-Syams, At-Tin dan sejenisnya

            Sementara pada shalat jum’at beliau biasa membaca surat Al-Jumu’ah, Al-Munafiqun, Al-A’la dan Al-Ghosyiyah. Sedangkan dalam shalat ‘Id, beliau biasa membaca surat Qaf dan Al-Qamar ataupun Al-A’la dan Al-Ghasyiyah

Beliau biasanya lebih memanjangkan rakaat pertama dari pada rakaat kedua. Beliau selalu membaca sesuai dengan madnya, berhenti dalam setiap ayatnya dan memanjangkan suaranya:

Beliau bersabda:

LAYSA MINNA MAN LAM YATAGANNI BILQUR’ANI
“BUKAN TERMASUK GOLORANGKAN KAMI ORANG YANG TIDAK MELAGUKAN (MEMBAGUSKAN) BACAAN AL-QURANNYA (H.R Bukhari 7527)

Ini merupakan suatu seruan dan motivasi supaya kita memperindah suara saat membaca Al-Qur’an dan membaguskan bacaan Al-Qur’an

Dalam shalat sunnah, beliau biasa memuji Allah saat membaca ayat yang didalamnya terdapat tasbih, meminta (karunia) kepada Allah dan memohon perlindungan kepadaNya