Allah swt melalui melalui ajaran Islam yang telah disampaikan oleh Rasulullah Muhammad saw telah mengatakan bahwa manusia telah diciptakan secara berpasang-pasangan. Hingga dengan pasangan tersebut, masing-masing manusia akan memperoleh ketenangan melalui hubungan kasih sayang dan tentu saja hubungan seksual yang tersalurkan, yang merupakan salah satu kebutuhan dan fitrah manusia. Allah swt berfirman di dalam Al Quran yang artinya:
“Maha Suci Allah yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.” (QS. Yaasin: 36)
Suami istri adalah sepasang manusia yang memang telah menjadi salah satu pasangan Sunnatullah di dalam ajaran Islam. Hal ini tercantum pula di dalam Firman Allah swt di dalam Al Quran yang artinya:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar Ruum: 21)
Ikatan suami istri merupakan salah satu ikatan yang suci dalam pandangan hukum Islam. Tidak ada satu pun kekuatan yang dapat memutuskan ikatan tersebut kecuali didasarkan kembali pada aturan Islam.
Kedua kalam Allah swt di atas merupakan satu pernyataan yang jelas bahwa suami istri merupakan sebuah ikatan pasangan yang di dalamnya harus terdapat kasih sayang dan kecenderungan untuk saling menentramkan satu sama lain. Suami harus senantiasa memberikan ketentraman dan kenyamanan kepada sang istri, begitu pula sang istri juga harus selalu berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan ketentraman dan kenyaman bagi suami tercinta.
Kasih sayang yang sudah menjadi salah satu fitrah manusia, harus terus mengalir dalam rangka menjaga dan melestarikan hubungan suami istri. Karena dengan kasih sayang inilah hubungan suami istri akan dapat menjadi ikatan yang menimbulkan kecenderungan antara yang satu dengan yang lain (antara suami istri). Karena kecenderungan yang terjalin di antara suami istri merupakan salah satu tujuan diciptakannya hubungan suami istri sebagaimana tercantum di dalam surat Ar Rumm: 21 yang telah disebutkan di atas.
Salah satu tujuan dan hikmah yang lain dari diciptakannya ikatan suami istri sebagaimana telah disebutkan juga di dalam surat Ar Ruum: 21 di atas adalah agar kita cenderung merasa tenteram kepadanya (kepada pasangannya). Itulah salah satu fungsi dari seorang istri, yaitu memberikan ketenteraman kepada sang suami. Tidak jauh berbeda, ketenteraman itu pulalah yang harus diberikan oleh seorang suami kepada sang istri, karena Islam adalah ajaran yang menjunjung tinggi keadilan, tidak berat sebelah.
Banyak aspek yang dimaksud dengan ketenteraman di sini, misalnya ketenteraman hati, ketenteraman ekonomi, ketenteraman fisik, dan tentu saja ketenteraman nafsu biologis. Islam adalah ajaran yang sempurna, yang mengerti akan setiap aspek yang terdapat di dalam kehidupan manusia. Di dalam pandangan Islam, nafsu biologis manusia merupakan salah satu fitrah manusia yang memang tidak dapat dipisahkan dari dalam kehidupannya. Dan Islam pun tidak mengharamkan nafsu biologis, karena ajaran Islam adalah ajaran Robbani, yang bersumber dari Rabb semesta alam dan Rabb yang telah menciptakan nafsu biologis tersebut sebagai salah satu perangkat manusia.
Islam tidak pernah mengharamkan nafsu biologis, justru Islam mengarahkan manusia agar menempatkan atau melepaskan nafsu biologisnya di tempat-tempat yang telah dihalalkan, bukan ditempat yang haram, yaitu kepada istri atau suami mereka. Itulah sebabnya kemudian Islam juga memerintahkan umatnya untuk menikah. Memiliki seorang suami atau istri merupakan salah satu sunnah Rasulullah saw yang utama. Bahkan adakalanya menikah itu menjadi satu perkara yang wajib dalam pandangan Islam.
Dengan ikatan suami istri inilah Islam menghalalkan penyaluran nafsu biologis antara seorang laki-laki dan wanita. Ikatan suami istri yang telah diperoleh melalui akad nikah, merupakan hubungan yang akan menghalalkan hubungan seksual antara suami dan istri. Tanpa adanya ikatan suami istri, maka haram hukumnya melakukan hubungan suami istri.
Dalam ajaran Islam, nafsu adalah salah satu fitrah manusia yang memang sangat dahsyat. Kalau kita tidak mampu menahannya, ia bisa menjadi setan yang berkekuatan dahsyat yang akan menghancur leburkan manusia. Karena Rasulullah Muhammad saw sendiri telah mengakui akan kedahsyatan hawa nafsu yang selalu menggoda manusia, bahkan lebih dahsyat dari perang terbesar yang pernah beliau menangkan. Di sinilah ikatan suami istri akan berperan. Hubungan suami istri inilah yang akan menangkal godaan nafsu biologis yang akan menjerumuskannya.
Islam telah menciptakan suami dan istri sebagai tempat untuk menetralisir dan menenteramkan nafsu biologis yang terdapat di dalam diri setiap manusia. Adapun beberapa hal yang harus ada di dalam hubungan suami istri sehingga hubungan tersebut dapat memberikan ketenteraman dan menumbuhkan kasih sayang diantara suami istri adalah sebagai berikut:
Harus Ada Jalinan Rasa Antara Suami Istri
Hubungan biologis antara suami istri tidak dapat dilakukan dengan seenaknya saja. Ada adab-adab atau etika yang harus diperhatikan, sehingga hubungan suami istri tersebut dapat membuahkan ketenteraman. Salah satu etika berhubungan suami istri di dalam Islam yang harus dipenuhi adalah, lakukan dengan penuh perasaan dan kasih sayang.
Islam mengajarkan kepada umatnya, yaitu mereka yang sudah memiliki suami istri agar menggauli istri mereka dengan penuh rasa kasih sayang, tidak hanya dilandasi dengan nafsu liar semata.
Menggauli istri dengan perasaan ini dapat diwuudkan dengan melakukan pemanasan terlebih dahulu sebelum masuk pada hubungan inti (jima). Jangan melakukan hubungan suami istri tanpa melakukan pemanasan, karena boleh jadi hal itu akan menyakiti sang istri.
Kemudian, seorang suami hendaknya juga tidak tergesa-gesa untuk meninggalkan sang istri setelah selesai melepaskan hasrat biologisnya. Jika hubungan suami istri dibuka dengan pemanasan, yaitu berupa canda dan cumbu rayu, maka layaknya ia pun ditutup dengan pendinginan yaitu berupa belaian dan kecupan-kecupan mesra, bahkan lebih baik lagi jika kembali disertai dengan canda mesra.
Gauli Istri Pada Tempatnya
Etika hubungan suami istri selanjutnya yang harus dijaga oleh kedua belah pihak (suami dan istri) adalah menggauli istri pada tempat yang telah ditetapkan sesuai dengan syariat Islam. Islam melalui Rasulullah saw telah mengajarkan umatnya untuk melakukan hubungan suami istri hanya melalui farji atau kemaluan saja. Islam mengharamkan hubungan suami istri melalui dubur, dan menggauli istri melalui dubur oleh Rasulullah saw telah dikategorikan sebagai salah satu bentuk liwath. Rasulullah Muhammad saw telah bersabda di dalam haditsnya sebagi berikut:
“Jangan Kamu setubuhi istrimu di duburnya.” (HR. Ahmad, Tarmizi, Nasa’i dan Ibnu Majah)
Dan tentang masalah menyetubuhi istri di duburnya ini, beliau mengatakan juga:
“Bahwa dia itu termasuk liwath yang kecil.” (HR. Ahmad dan Nasa’i)
Selain itu, Islam juga mengharamkan persetubuhan dengan istri manakala sang istri tengah mengalami haidh, karena haidh itu adalah kotor dan dapat menimbulka penyakit. Dalam hal ini, Umar pernah bertanya kepada Nabi:
“’Ya Rasulullah! Celaka aku!’ Rasulullah saw bertanya: ‘apa yang mencelakakan kamu?’ Ia menjawab: ‘tadi malam aku memutar kakiku’, (sebuah sindiran tentang bersetubuh dari belakang) maka Rasulullah saw tidak menjawab, hingga turun ayat (QS. Al Baqarah: 223) lantas beliau berkata kepada Umar: ‘Boleh kamu bersetubuh dari depan dan boleh juga dari belakang, tetapi hindari di waktu haidh dan dubur.’” (HR. Ahmad dan Tarmizi)
Demikianlah Islam menjaga kesucian dan keamanan umat Islam. Islam melarang persebuhan antara suami istri melalui dubur dan Islam pun melarang menggauli istri yang tengah haidh. Adapun masalah gaya dalam berhubungan suami istri, itu diperbolehkan di dalam Islam. Islam tidak mempermasalahkan apakah seorang suami akan menggauli sang istri dari depan, samping atau belakangnya, asalkan tertuju pada satu titik, yaitu farji atau kemaluan. Hal ini sebagaimana firman Allah swt yang artinya:
“Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.” (QS. Al Baqarah: 223)
Saling Menjaga Rahasia
Rasulullah Muhammad saw bersabda:
“Sesungguhnya di antara sejelek-jelek manusia dalam pandangan Allah nanti di hari kiamat, ialah seorang laki-laki yang menyetubuhi istrinya dan istripun melakukan persetubuhan, kemudian dia menyiar-nyiarkan rahasianya.” (HR. Muslim dan Abu Daud)
“Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw pernah sholat bersama kami, setelah salam beliau menghadapkan mukanya ke hadapan kami, kemudian bersabda: ‘berhati-hatilah terhadap majlis-majlis kamu! Apakah di antara kamu ada seorang laki-laki yang menyetubuhi istrinya dengan menutup pintu dan melabuhkan korden, kemudian dia keluar dan berceritera, bahwa aku telah berbuat dengan istriku begini dan begini?’ Kemudian mereka pada diam semua. Lantas ia menghadap kepada perempuan-perempuan dan menanyakan: ‘apakah di antara kamu ada yang bercerita begitu?’ Tiba-tiba ada seorang gadis memukul-mukul salah satu tulang lututnya sampai lama sekali supaya diperhatikan oleh Rasulullah saw dan supaya beliau mendengarkan omongannya. Si gadis itu berkata: ‘Demi Allah kaum laki-laki bercerita dan perempuan-perempuan juga bercerita!’ Lantas Nabi bertanya: ‘tahukah kamu seperti apa yang mereka lakukan itu? Sesungguhnya orang yang berbuat demikian tak ubahnya dengan syaitan laki-laki dan syaitan perempuan satu sama lain saling bertemu di jalan kemudian melakukan persetubuhan, sedang orang lain banyak yang melihatnya.’” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Bazzar)
Melalui gambaran kedua hadits Rasulullah saw di atas, jelas sekali bahwa Islam mengharamkan seorang suami yang telah menggauli istri atau istri yang telah digauli oleh suaminya, kemudian menceritakan rahasia masing-masing pasangannya kepada orang lain.
Masalah persetubuhan hendaknya menjadi rahasia suami dan istri, tidak boleh diceritakan kepada orang lain tanpa didasari alasan yang syar’i.