Al Ghaslu

 
Al Ghaslu adalah meratakan air ke seluruh bagian badan. Adapun menurut syariat adalah meratakan air yang suci ke seluruh bagian badan dengan tata cara yang khusus. Dalil yang mendasari pensyariatannya adalah firman Allah Ta’ala, “Dan jika kamu junub maka mandilah.” (QS. Al Maidah: 6)
Ada beberapa hal yang menjadikan al Ghaslu menjadi wajib, antara lain:
  1. Apabila keluar mani disertai memancar meski dalam keadaan tidur.
  2. Bertemunya dua kemaluan (senggama), meskipun tidak terjadi inzal (keluarnya air mani).
  3. Ketika orang kafir masuk Islam.
  4. Berhentinya darah haidh dan nifas.
  5. Meninggal dunia bukan karena syahid di medan perang.
Adapun tata cara mandi wajib adalah berdasarkan hadist berikut ini, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila hendak mandi karena janabah, beliau mencuci kedua tangannya dan berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Kemudian menyela-nyela rambutnya dengan kedua tangannya, sehingga ketika beliau telah menyangka (mengetahui) bahwa beliau telah membasahi kulit kepalanya, beliau mengguyurkan air sebanyak 3 kali. Kemudian beliau membasuh anggota tubuh yang lain.” (HR. Bukhari dalam Al Ghusl (285)).
Sedangkan dari hadist Maimunah binti Al Harist radhiyallahuanha, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengatakan, “Aku meletakkan air untuk mandi janabah bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau lantas menuangkan (air) dengan tangan kanannya pada tangan kirinya sebanyak 2 atau 3 kali. Beliau lalu membasuh kemaluannya. Beliau menepukkan tangannya pada tanah atau tembok-sebanyak 2 atau 3 kali- beliau lantas berkumur-kumur, memasukkan air ke dalam hidung, membasuh wajah dan kedua lengannya. Beliau lantas mengguyur air di atas kepalanya, lantas membasuh anggota tubuh yang lainnya. Beliau lalu menjauh dan mencuci kedua kakinya.” Maimunah berkata, “Aku lantas mendatangi beliau dengan membawa kain, akan tetapi beliau tidak menghendakinya. Beliau kemudian mulai mengusap air dengan kedua tangannya.” (HR. Bukhari dalam Al Ghusl (274)).
Dari dua hadist di atas, hadist kedua menjelaskan hadist pertama, akan tetapi ada perbedaan antara dua hadist tersebut, yaitu mengenai membasuh kaki, apakah di awal atau di akhir? Pendapat yang lebih kuat, insya Allah, menyatakan boleh di awal atau di akhir. Sedangkan mengguyur air ke seluruh tubuh wajibnya cuma sekali, pendapat ini yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Kemudian apakah ada perbedaan antara mandi wajib karena haidh dan junub? Wanita tidak wajib membuka pintalan rambutnya ketika mandi wajib, namun wajib ketika mandi haidh.
Dalil yang mengatakan tidak wajibnya membuka pintalan rambut ketika mandi junub adalah hadist yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, aku pernah bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku seorang wanita yang sangat baik mengepang rambutku. Lalu apakah aku melepasnya untuk mandi janabah? Beliau menjawab, “Tidak usah, cukuplah bagimu menuangkan air ke kepalamu tiga kali caukan, kemudian basahilah tubuhmu dengan air, maka engkau telah bersuci.” (HR. Muslim).
Imam at-Tirmidzi rahimahullah mengatakan, “Demikian inilah yang dipahami para ulama. Yaitu bila seorang wanita mandi dari janabah, lalu tidak melepas kepang rambutnya maka mandinya sah setelah menyiram air di atas kepalanya.” Dan Ibnu Qayyim rahimahullah menyatakan, “Hadist Ummu Salamah ini menunjukkan bahwa wanita tidak wajib melepas kepang rambutnya untuk mandi junub.”
Maraji’:
Majalah As Sunnah edisi 11/IX/1427/2006 M
Majalah As Sunnah edisi 11/X/1428/2007 M
Umdatul Ahkam, Hadist Bukhari Muslim Pilihan (Syaikh Abdul Ghani Al Maqdisi)