Adakah Bid’ah Hasanah


أبو أوفى السلفي
Seri-2
——————————————————————————————————————-
Yuk kita lanjutin lagi bahasan tentang ‘Bid’ah Hasanah’…..
Syubhat Kedua:
Pemahaman terhadap Hadits :
من سن في الإسلام سنة حسنة فله أجرها وأجر من عمل بها بعده من غير أن ينقص من أجورهم شيء ومن سن في الإسلام سنة سيئة كان عليه وزرها ووزر من عمل بها من بعده من غير أن ينقص من أوزارهم شيء
“Siapa yang melakukan satu sunnah hasanah dalam Islam, maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang yang mengamalkan sunnah tersebut setelahnya tanpa mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan siapa yang melakukan satu sunnah sayyiah dalam Islam, maka ia mendapatkan dosanya dan dosa orang-orang yang mengamalkan sunnah tersebut setelahnya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun.” (HR Muslim)
Sebagian orang memahami kata سنة حسنة sebagai bid’ah hasanah. betulkah [?]
Bantahan :
1. Bahwasanya Makna
من سن adalah ” Barangsiapa yang melakukan suatu amalan sebagai penerapan suatu dari syariat yang ada, bukan orang yang melakukan suatu amalan sebagai penetapan suatu syari’at yang baru “. Karena itu maka yang dimaksud oleh hadits tersebut adalah beramal sesuai sunnah Nabawiyah yang ada. Yang menunjukkan hal ini adalah asbabun nuzul hadits itu sendiri :
عن المنذر بن جرير عن أبيه قال كنا عند رسول الله صلى الله عليه وسلم في صدر النهار قال فجاءه قوم حفاة عراة مجتابي النمار أو العباء متقلدي السيوف عامتهم من مضر بل كلهم من مضر فتمعر وجه رسول الله صلى الله عليه وسلم لما رأى بهم من الفاقة فدخل ثم خرج فأمر بلالا فأذن وأقام فصلى ثم خطب فقال { يا أيها الناس اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفس واحدة } { إن الله كان عليكم رقيبا } والآية التي في الحشر { اتقوا الله ولتنظر نفس ما قدمت لغد واتقوا الله } تصدق رجل من ديناره من درهمه من ثوبه من صاع بره من صاع تمره حتى قال ولو بشق تمرة قال فجاء رجل من الأنصار بصرة كادت كفه تعجز عنها بل قد عجزت قال ثم تتابع الناس حتى رأيت كومين من طعام وثياب حتى رأيت وجه رسول الله صلى الله عليه وسلم يتهلل كأنه مذهبة فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم من سن في الإسلام سنة حسنة فله أجرها وأجر من عمل بها بعده من غير أن ينقص من أجورهم شيء ومن سن في الإسلام سنة سيئة كان عليه وزرها ووزر من عمل بها من بعده من غير أن ينقص من أوزارهم شيء
Dari Mundzir bin Jarir dari ayahnya ia berkata : Adalah kami di sisi Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam pada permulaan siang. Lalu datang kepadanya kaum bertelanjang kaki dan berpakaian kain bergaris atau mantel dengan pedang terhunus. Pada umumnya mereka adalah dari Kabilah Mudlar, bahkan semuanya dari Kabilah Mudlar. Maka berubahlah wajah Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam kasihan/iba melihat keadaan mereka yang miskin. Lalu beliau masuk rumah kemudian keluar dan memerintahkan Bilal untuk adzan dan iqamat. Lalu beliau shalat, kemudian berkhutbah seraya bersabda :
”Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada rabbmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan darinya Allah menciptakan istrinya, dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu” (QS. An-Nisaa’ : 1).
”Bertaqwalah kamu sekalian kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) dan bertaqwalah kepada Allah” (QS. Al-Hasyr : 18).
Hendaklah seseorang mensedekahkan dinarnya, dirhamnya, bajunya, satu sha’ gandumnya, satu sha’ kurmanya, (hingga beliau mengatakan), dan walaupun hanya sepotong kurma”.
Ia (perawi) berkata,”Maka seseorang dari kaum Anshar datang membawa karung yang berat, hampir tangannya tidak kuat, bahkan akhirnya tidak kuat. Kemudian manusia saling bergantian bersedekah hingga saya melihat dua tumpukan makanan dan baju, dan saya melihat wajah Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam berseri-seri seakan-akan emas yang disepuh. Lalu Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda : ”Barangsiapa mempelopori dalam Islam perbuatan yang baik, maka dia mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang yang melakukan setelahnya tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala mereka. Dan barangsiapa mempelopori dalam Islam perbuatan yang buruk, maka dia menanggung dosanya dan dosa orang-orang yang melakukan setelahnya tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa mereka”
(HR. Muslim nomor 1017)
2. Bahwasanya orang yang mengatakan من سن في الإسلام سنة حسنة adalah Rasululllah Alaihi Sholatu Wa Sallam, beliau juga yang mengatakan كل بدعة ضلال. Tidak mungkin akan muncul dari mulut beliau perkataan yang mendustakan perkataan yang lain dari beliau sendiri.
3. Bahwasanya Nabi Alaihi Sholatu Wa Sallam mengatakan من سن (Barangsiapa yang menerapkan Sunnah pertama kali) dan beliau tidak mengatakan من ابتدع (Barangsiapa yang mengadakan suatu yang baru dalam agama) dan beliau mengatakan في الإسلام (dalam Islam), sedangkan bid’ah itu bukan dari Islam. Beliau mengatakan حسنة (yang baik) sedangkan bid’ah bukan merupakan sesuatu yang baik
Syubhat Ketiga :
Ada Sebuah Atsar yang sering dijadikan hujjah akan adanya bid’ah hasanah yaitu :
ماراه المسلمون حسنّا فهو عند الله حسن
‘Apa saja yang dipandang baik menurut kaum muslimin, maka baik pula menurut pandangan Allah.” (Al Furuusiyyah oleh Ibnul Qayyim hal 167)
Bantahan :
1. Bahwasanya tidak benar kalau atsar tersebut sampai kepada Nabi Alaihi Sholatu Wa Sallam, itu hanyalah perkataan Abdullah bin Mas’ud yang mauquf dari Ibnu Mas’ud saja.
Ibnul Qayyim berkata : “Sesungguhnya atsar ini bukanlah dari sabda Rasulullah Alaihi Sholatu Wa Sallam, hanya orang-orang yang tidak memiliki ilmu tentang hadits sajalah yang menyandarkan perkataan tersebut kepada beliau Atsar itu hanya merupakan pandangan Ibnu Mas’ud” (Kasyful Khafaa’ oleh Al Ajaluuny 2/245).
Berkata Syaikh Albany : “Ia tidak punya dasar riwayat secara marfu, riwayat itu hanyalah mauquf kepada Ibnu Mas’ud” ( As Silsilah Ad Dha’iifah no 553)
2. Bahwasanya huruf ال pada perkataan المسلمون berfungsi sebagai Al ‘Ahd (yang harus kembali kepada sosok yang jelas), dan dalam hal ini kembali kepada Sahabat sendiri, merekalah yang dimaksud oleh atasar tersebut sebagai Al Muslimun, sebagaimana yang bisa dipahami dari alur kalimat atsar tersebut yang berbunyi :
إن الله تعالى نظر فِي قلوب العباد, فوجد قلب مُحَمَّد خيْر قلوب العباد, فاصطفاه لنفسه, وابتعثه فوجد قلوب أصحابهrبرسالته, ثُمَّ نظر فِي قلوب العباد بعد قلب مُحَمَّد خير قلوب العباد, فجعلهم وزراء نبيه, يقاتلون على دينه, فما رآه الْمُسلمون حسناً فهو عند الله حسن, وما رأوه سيئاً فهو عند الله سيء
Berkata Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu:“Sesungguhnya Allah Ta’ala melihat hati para hamba-Nya dan Ia mendapatkan hati Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam yang paling baik, maka Ia memilihnya untuk diri-Nya dan Ia mengutusnya dengan risalah-Nya. Kemudian Ia melihat hati para hamba-Nya setelah melihat hati Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, maka Ia mendapatkan hati para sahabat adalah yang paling baik. Maka Ia menjadikan mereka (para sahabat) sebagai pendamping nabi-Nya untuk menampakkan agama-Nya.Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin (para sahabat), maka hal itu baik di sisi Allah, dan apa yang dipandang buruk oleh mereka, maka buruk di sisi Allah” (Dikeluarkan oleh: Ahmad dalam Musnad-nya 1/379; At-Thiyalis dalam Musnad-nya no. 246. Di-hasan-kan oleh Al-Albani dan di-Shahih-kan oleh Al-Haakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi)
Dengan demikian maka jelaslah bahwa yang dimaksud dengan ‘kaum muslimin” dalam atsar tersebut adalah para sahabat. Dan sebagai tambahan penjelasan adalah bahwa Imam Al Hakim memasukkan atsar tersebut pada bab Marifatus Shahabah dalam kitab beliau Al Mustadraknya. Hal ini menunjukkan bahwa Abu Abdillah Al Hakim memahami bahwa yang dimaksud dengan kaum muslimin pada atsar tersebut adalah para sahabat.
Kalau memang demikian, maka telah diketahui bahwa para sahabat seluruhnya telah bersepakat mencela dan memandang buruk setiap bid’ah. Dan tidak pernah diriwayatkan dari salah seorangpun dari mereka menganggap baik salah satu bid’ah tersebut.
3. Kalaulah huruf ال pada perkataan المسلمون bukanlah Alif Laam Al ‘Ahd maka akan berfungsi sebagai ‘Istighraaq’ yakni meliputi keseluruhan kaum muslimin, maka yang dimaksud adalah ijma para ulama dan ijma adalah hujjah. Dan telah diketahui bahwa tidak ada satupun bid’ah yang telah disepakati oleh kaum muslimin sebagai bid’ah hasanah. Walhamdulillah
4. Bagaimana mereka berdalil dengan atsar sahabat yang mulia ini tentang adanya bid’ah hasanah padahal beliau adalah seorang yang paling tegas melarang dan memperingatkan tentang bid’ah
اتّبعوا ولا تبتد عوا فقد كفيتم
Berittiba’lah kamu kepada rasulullah dan janganlah berbuat bid’ah sesungguhnya kamu telah dicukupkan (HR Ahmad)

Maraji’ :
1. Al Ibdaa’ fii Kamaalis Syar’i Wakhatharil Ibtidaa’ oleh Syaikh Utsaimin
2. Al Luma’ fil Rudd ‘Alaa Muhassiny Al Bida’ oleh Abdul Ayyum bin Muhammad As Sahibany yang telah diterjemahkan menjadi buku “Mengapa menolak bid’ah hasanah”