Hadits Muadz bin Jabal

Hadits Muadz bin Jabal

بقلم : أبو عائشة الجوزاء
——————————————————————————————————————-
Dalam beberapa buku dan penjelasan sebagian kalangan sering disebutkan satu hadits yang dijadikan landasan sumber hukum dalam Islam, yaitu : Al-Qur’an, As-Sunnah/Al-Hadits, dan ijtihad. Tahukah anda bahwa hadits tersebut adalah dla’if alias tidak dapat dijadikan hujjah ? Berikut penjelasannya, semoga bermanfaat !!
Lafadh hadits yang dimaksud :
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم لما أراد أن يبعث معاذا إلى اليمن قال كيف تقضي إذا عرض لك قضاء قال أقضي بكتاب الله قال فإن لم تجد في كتاب الله قال فبسنة رسول الله صلى الله عليه وسلم قال فإن لم تجد في سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم ولا في كتاب الله قال أجتهد رأيي ولا آلو
…..
Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam ketika mengutus Mu’adz ke Yaman bersabda : “Bagaimana engkau akan menghukum apabila datang kepadamu satu perkara ?”. Ia (Mu’adz) menjawab : “Saya akan menghukum dengan Kitabullah”. Sabda beliau : “Bagaimana bila tidak terdapat di Kitabullah ?”. Ia menjawab : “Saya akan menghukum dengan Sunnah Rasulullah”. Beliau bersabda: “Bagaimana jika tidak terdapat dalam Sunnah Rasulullah ?”. Ia menjawab : “Saya berijtihad dengan pikiran saya dan tidak akan mundur…”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya nomor 3592 dan 3593 dengan sanad-sanad sebagai berikut :
Sanad yang Pertama :
حدثنا حفص بن عمر عن شعبة عن أبي عون عن الحارث بن عمرو بن أخي المغيرة بن شعبة عن أناس من أهل حمص من أصحاب معاذ بن جبل
1. Hafsh bin ‘Umar (حفص بن عمر)
2. Syu’bah (
شعبة)
3. Abi ‘Aun (
أبي عون)
4. Harits bin ‘Amr, anak saudara Mughirah bin Syu’bah (
الحارث بن عمرو بن أخي المغيرة بن شعبة)
5. Shahabat Mu’adz dari kalangan penduduk kota Himsh (
أناس من أهل حمص من أصحاب معاذ بن جبل).
6. Mu’adz bin Jabal (
معاذ بن جبل).
Sanad yang Kedua :
حدثنا مسدد ثنا يحيى عن شعبة حدثني أبو عون عن الحرث بن عمرو عن ناس من أصحاب معاذ عن معاذ بن جبل
1. Musaddad (مسدد)
2. Yahya (
يحيى)
3. Syu’bah (
شعبة)
4. Abu ‘Aun (
أبو عون)
5. Al-Harits bin ‘Amr (
الحرث بن عمرو)
6. Beberapa orang shahabat Mu’adz (
ناس من أصحاب معاذ)
7. Mu’adz bin Jabal (
معاذ بن جبل).
Selain itu, hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Sunan-nya nomor 1327 dan 1328 dengan lafadh :
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم بعث معاذا إلى اليمن فقال كيف تقضي فقال أقضي بما في كتاب الله قال فإن لم يكن في كتاب الله قال فبسنة رسول الله صلى الله عليه وسلم قال فإن لم يكن في سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم قال أجتهد رأيي…….
Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mengutus Mu’adz ke Yaman. Maka beliau bersabda : “Bagaimana engkau menghukum (sesuatu) ?”. Mu’adz menjawab : “Saya akan menghukum dengan apa-apa yang terdapat dalam Kitabullah”. Beliau bersabda : “Apabila tidak terdapat dalam Kitabullah ?”. Mu’adz menjawab : “Maka (saya akan menghukum) dengan Sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam”. Beliau bersabda kembali : “Apabila tidak terdapat dalam Sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam ?”. Mu’adz menjawab : “Saya akan berijtihad dengan pikiran saya….”.
Sanad yang Pertama :
حدثنا هناد حدثنا وكيع عن شعبة عن أبي عون الثقفي عن الحرث بن عمرو عن رجال من أصحاب معاذ
1. Hannad (هناد)
2. Waki’ (
وكيع)
3. Syu’bah
(شعبة)
4. Abi ‘Aun Ats-Tsaqafi
(عن أبي عون الثقفي)
5. Al-Harits bin ‘Amr
(الحرث بن عمرو)
6. Beberapa orang shahabat Mu’adz
(من أصحاب معاذ)
7. Mu’adz bin Jabal (
معاذ بن جبل).
Sanad yang Kedua :
حدثنا محمد بن بشار حدثنا محمد بن جعفر وعبد الرحمن بن مهدي قالا حدثنا شعبة عن أبي عون عن الحرث بن عمرو بن أخ للمغيرة بن شعبة عن أناس من أهل حمص عن معاذ عن النبي صلى الله عليه وسلم
1. Muhammad bin Basysyar (محمد بن بشار)
2. Muhammad bin Ja’far
(محمد بن جعفر) dan ‘Abdurrahman bin Mahdi (وعبد الرحمن بن مهدي)
3. Syu’bah
(شعبة)
4. Abi ‘Aun (
أبي عون)
5. Al-Harits bin ‘Amr, anak saudara Mughirah bin Syu’bah
(الحرث بن عمرو بن أخ للمغيرة بن شعبة)
6. Beberapa orang penduduk kota Himsh
(أناس من أهل حمص)
7. Mu’adz bin Jabal (
معاذ بن جبل).

Dari keempat sanad yang disebutkan terdapat nama Al-Harits bin ‘Amr yang oleh Imam Bukhari dikatakan tidak sah haditsnya. Bahkan At-Tirmidzi mengatakan bahwa sanad hadits ini adalah tidak muttashil (bersambung) dengan perkataannya :
هذا حديث لا نعرفه إلا من هذا الوجه وليس إسناده عندي بمتصل وأبو عون الثقفي اسمه محمد بن عبيد الله
“Hadits ini tidak kami ketahui kecuali dari jalan ini. Dan menurut pandangan kami, sanadnya tidaklah muttashil (bersambung). Abu ‘Aun yang dimaksud dalam hadits bernama Muhammad bin ‘Ubaidillah” (lihat perkataan ini pada Sunan At-Tirmidzi nomor 1328).
Kelemahan berikutnya adalah adanya perawi-perawi majhul dari kalangan shahabat Mu’adz dari penduduk kota Himsh.
Kesimpulan : Hadits ini dla’if/sangat dla’if lagi tidak bisa dipakai sebagai hujjah.
Pelajaran ringkas :
Al-Qur’an dan As-Sunnah merupakan satu kesatuan. Tidak mungkin memahami Al-Qur’an tanpa As-Sunnah. As-Sunnah tidaklah digunakan setelah satu hukum tidak ditemukan dalam Al-Qur’an sebagaimana tartib dalam hadits dla’if di atas. Akan tetapi, satu hukum dapat diambil dari Al-Qur’an dengan penjelasannya yang terdapat dalam As-Sunnah. Adapun untuk masalah-masalah kontemporer yang mungkin tidak disebutkan perinciannya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka ijtihad baru dipergunakan. Penjelasan mengenai permasalahan ini pernah ana tuliskan dalam Manzilatus-Sunnah fil-Islam (Kedudukan As-Sunnah dalam Islam
Syaikh Al-Albani mengatakan : Maka aku (Syaikh Al-Albani) katakan : “Hadits Mu’adz ini memberikan manhaj bagi seorang hakim dalam berhukum dengan tiga marhalah ( = yaitu Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ra’yu). Tidak boleh mencari hukum dengan ra’yu kecuali setelah hukum itu tidak ditemukan dalam As-Sunnah, dan tidak boleh pula mencari hukum suatu hukum dari As-Sunnah kecuali jika tidak ditemui dalam Al-Qur’an. Manhaj ini jika dilihat dari sisi ra’yu adalah benar menurut seluruh ulama’. Mereka berkata juga,”Jika telah ada atsar, maka batallah nadhar (penyelidikan)”. Tetapi (manhaj ini) jika dilihat dari sisi As-Sunnah, tidaklah benar. Karena As-Sunnah adalah hakim atas Al-Qur’an. Maka wajib membahas/mencari hukum dalam As-Sunnah walaupun disangka ada hukum tersebut dalam Al-Qur’an. Tidaklah kedudukan Al-Qur’an dengan As-Sunnah seperti kedudukan ra’yu dengan As-Sunnah. Tidak, sekali lagi tidak !! Tetapi wajib menganggap Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai suatu sumber yang tidak dapat dipisahkan selamanya sebagaimana yang telah diisyaratkan oleh sabda rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam :
ألا إني أُتيت القرآن ومثله معه ” يعني السنة
”Ketahuilah, aku diberi Al-Qur’an dan yang semisalnya bersamanya”, yaitu As-Sunnah
Dan sabdanya yang lain :
لن يتفرقا حتى يردا علي الحوض
”Keduanya tidak akan berpisah sampai keduanya mendatangiku di Haudl (telaga)”
Pengelompokan antara Al-Qur’an dan As-Sunnah tidaklah benar karena mengharuskan pemisahan antara keduanya dan hal ini adalah bathil, seperti telah disebutkan penjelasannya. Inilah yang ingin aku ingatkan. Jika benar itu datangnya dari Allah dan jika salah itu dari diriku sendiri. Kepada Allah aku meminta agar menjagaku dan Anda sekalian dari kesalahan-kesalahan dan segala sesuatu yang tidak diridlai-Nya. Dan penutup doa kita : Alhamdulillaahi rabbil-‘aalamiin.
Ditulis kembali oleh : Abu Al-Jauzaa’, Rabi’ul-Awwal 1428.
Rujukan :
1. Manzilatus-Sunnah fil-Islam oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah.
2. Majalah Al-MuslimunNomor 190 Rabi’uts-Tsani 1406/Januari 1986 M, halaman 9-10.
3. Sunan Abu Dawud
4. Sunan At-Tirmidzi