ADAB DI KALA MEMBACA SURAT DALAM SHALAT

Apabila kita membaca surat, maka hendaklah kita membacanya dengan sepenuh hati, dan hendaklah kita memperhatikan isi kandungan ayat yang kita baca, apakah itu perintah ataukah itu larangan, apakah itu janji baik atau janji buruk. Di kala kita membaca ayat yang berkenaan dengan janji baik, hendaklah kita berharap semoga Allah SWT memberikannya kepada kita. Sebaliknya, di kala kita membaca ayat yang berlarangan dengan janji buruk, hendaklah kit membaca ayat yang timbulkan rasa takut akan marahnya Allah SWT. Dan hendaklah kita mengambil pelajaran dan pengajaran yang dikandung oleh surat-surat yang kita baca itu.

Adapun surat dalam Al-Qur’an biasa berupa satu ayat, beberapa ayat, satu surat, lebih dari satu surat atau mengambil beberapa surat dari Al-Qur’anul Karim, sunnahnya adalah membaca apa yang mudah dari Al-Qur’an pada dua raka’at pertama setelah Al-Fatihah, karena Nabi SAW melakukan hal yang demikian.

Beliau SAW biasanya lebih memanjangkan raka’at pertama dari pada raka’at kedua. Beliau SAW selalu membaca sesuai dengan madnya. Berhenti dalam setiap ayatnya dan memanjangkan suaranya.


Beliau SAW bersabda:
LAISA MINNA MAN LAM YATA GHANNI BIL QUR’AN
Artinya: “Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak membaguskan bacaan Al-Qur’an” (H.R Bukhari 7527)

Salah satu ayat yang di baca:
Seluruh ayat ayat Al-Qur’an kita boleh memilihnya apa yang kita sukai untuk di baca di dalam shalat setelah membaca surat Al-Fatihah. Adapun adab membaca surat sebagai mana yang telah di jelaskan yaitu: Membacanya dengan sepenuh hati, memperhatikan maksud kandungan ayat sehingga kita mengetahui, memahami maksud ayat tersebut.

Ayat Kursi (Al-Baqarah 2:225)
ALLAHU LA ILAHA ILLA HUA: “Dialah Allah tidak ada Tuhan (sesembahan yang berhak di Ibadahi) Kecuali Allah”. Ayat ini menjelaskan larangan agar tidak sesuatupun yang di ibadahi (di sembah) kecuali Allah yang maha hidup (Al-Hayyu) lagi berdiri sendiri dan senantiasa mengurus makhluk-Nya (Al-Qayyuum), yang mempunyai sifat sebagai mana yang Dia berikan kepada Diri-Nya.
Dalam tafsir Ibnu Katsir 1/330, beliau kartakan, Ayat ini memberitahukan bahwa hanya Dia-lah satu satunya yang berhak di ibadahi oleh seluruh makhluk.

Al-Hayyul Qayyuum: “yang maha hidup lagi berdiri sendiri dan senantiasa mengurus makhluk-Nya”. Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata: “Yakni yang maha hidup dalam diri-Nya yang tidak akan mati selama-lamanya”. Al-Imam Al-Baghawi berkata: “yaitu yang maha kekal dan abadi selama-lamanya’.

Kesimpulanya bahwa kehidupan yang hakiki, kekal dan sempurna, yang tidak ada kesudahannya, tidak ada asal dan akhirnya, adalah sifat yang khusus di miliki Allah SWT yang maha pencipta Jalla Jalaluh.
Tidak ada yang mempunyai sifat itu kecuali hanya Allah, ke Esa-an Allah SWT dalam memiliki sifat kehidupan ini merupakan salah satu dalil akan ke Esaan Allah untuk di sembah dan di ibadahi.

Al-Qayyum: “Dia Jalla Jalaluh adalah Dzat yang senantiasa mengurus makhluk, memberi rezeki, memlihara dan mengatur makhluk, segala sesuatu di bawah pengaturan dan pemeliharaan  Allah SWT”

Lata’ Khudzu Hu Sinatuw Wala Nawum
“Dia tidak mengantuk dan tidak pula tidur”. Hikmah pengulangan “La” “Tidak” adalah adalah menunjukkan penafian Masing-masing di antara dua hal tersebut kantuk dan tidur. Sebagaimana di jelaskan dalam hadits Al-Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Musa R.A bahwa Ia berkata:
Rasulullah SAW memberitahukan kami empat perkara. Yaitu: bahwasanya Allah SWT tidak tidur dan tidak pula mengantuk. Dia mengangkat dan menurunkan timbangan amalan siang akan diangkat kepada-Nya pada malam hari dan amalan malam hari akan diangkat kepada-Nya pada siang hari (Sahih Muslim no. 295(1/162))

Lahu Mafis Samaawati Wamafil Ardhi
“Kepunyaan-Nya lah segala sesuatu yang ada di langit dan segala sesuatu yang ada di bumi.”
Segala sesuatu yg ada di langit baik malaikat, matahari, bulan, bintang dan lain-lainnya. Begitu pula segala sesuatu yang ada di bumi, berupa seluruh makhluk telah bersaksi bahwa hak mencipta, memiliki di Ibadahi, mengatur dan memelihara hanyalah Milik Allah SWT. Tanpa ada sekutu atau yang setara bagi-Nya.

MAN DZAL LADZIY YASYFA’U ‘INDAHU ILLA BI ISZNIHI
“Siapakah yang dapat memberi syafa’at di sisi-Nya kecuali dengan Izin-Nya”
Al-Imam Ar Razi dalam tafsirnya berkata, Maksud kalimat ini  artinya peng-ikraran dan penafian. Artinya tidak ada seseorangpun di sisi-Nya yang dapat memberi syafa’at kecuali dengan perintah-Nya. Hal ini karena orang-orang musyrik beranggapan bahwa berhala-berhala tersebut akan memberi syafa’at kepada mereka. Bahkan orang-orang fasik masih banyak melakukan hal yang sama yaitu dengan memuja-muja sesuatu benda. Misalnya: keris mereka, mendatangi (Menziarahi) kuburan-kuburan tertentu, memberi sesajian pada bulan-bulan tertentu. Semuanya termasuk mensyarikatkan Allah SWT

Allah SWT menjelaskan bahwa mereka tidak akan mendapatkan apa yang mereka inginkan. Sebagaimana dalam Firmannya:
Dan mereka menyembah selain Allah SWT apa yang tidak dapat mendatangkan mudharat kepada mereka dan tidak pula dapat mendatangkan manfaat
Lebih jauh Allah menjelaskan ILLA BI IDZNIHI bahwasnya tidak ada syafa’at kepada seorangpun di sisi-Nya selain kepada orang yang dikecualikan oleh Allah dengan firman-Nya yang artinya: “kecuali dengan izin-Nya”
.
YA’LAMU MA BAYNA AYDIYHIM WAMA KHALFAHUM
“Dia mengetahui apa yang dihadapan mereka dan apa yang di belakang mereka.”
Makna kalimat ini, Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata, Maksudnya, bahwa Dia mengetahui segala hal, tidak tersembunyi bagi-Nya kecuali keadaan seluruh makhluk-Nya, bahkan Dia mengetahui merayapnya semut hitam di kegelapan malam di atas batu hitam yang keras di bawah tanah kering. (Syaikh Shiddiq Hasankhan)
Merupakan dalil atas ilmu-Nya terhadap seluruh makhluk baik yang lampau, yang sekarang dan yang akan datang. (Ibnu Hatsir)

WALA Yuhithuwna Bisyay In Min ‘Ilmihi
“dan mereka tidak mengetahui satupun dari Ilmu-Nya”.
Para Ahli tafsir menyebutkan “Dari Ilmu-Nya” dua arti dari Ilmu Pertama, Ilmu disini berarti “yang di ketahui”. Kedua, maksud Ilmu adalah ilmu tentang Dzat dan sifat-sifat-Nya. ILLA BI MASYAA A: Jika tidak di kehendaki-Nya. Pengertian pertama. Tidak ada seseorangpun yang mengetahui satupun di antara pengetahuan-Nya Azza Wa Jalla. Kecuali sesuatu yang Dia kehendaki untuk di beri tahukan kepadanya. Baik dia Malaikat, Nabi, jin maupun Manusia.
Pengertian kedua, Tidak ada seseorangpun yang ilmunya dapat meliputi Dzat dan sifat-sifat-Nya Jallah Jalaluh kecuali sesuatu yang Dia beritahukan kepadanya.

WASI’A KURSIYUHUSSAMAA WATI WAL ARDHA.
“Kursi-Nya meliputi seluruh langit dan bumi”
Al-Imam Asy-Syaukani berkata “Kursi” secara Zhahir berupa jasad sesuai dengan yang terdapat dalam Atsar. Dalam Sebuah hadits shahih terdapat penjelasan yang menunjukkan keagungan kursi ini.Al-Hafizh Abu Bakar bin Mardawaih meriwayatkan dari Abu Dzar Al-Ghifari R.A bahwasanya dia pernah bertanya kepada Nabi SAW tentang Kursi. Kemudian Rasulullah SAW bersabda yang artinya:

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tujuh langit dan tujuh bumi itu apabila di banding dengan Kursi hanya bagaikan sebuah cincin yang dilemparkan di padang sahara. Dan perbandingan ‘Arsy dengan Kursi bagaikan perbandingan padang sahara disebut dengan cincin Tadi. (tafsir Ibnu Kasir 1/332)
ALLAHUAKBAR. Alangkah besarnya kursi! Alangkah besarnya ‘Arsyi

WALA YA UDUHU HIFZHUHUMA
“dan Dia tidak keberatan untuk menjaga keduanya”
Alhafizh Ibnu Katsir dalam menafsirkan kalimat ini berkata. Yakni Dia tidak merasa keberatan dan kesulitan dalam menjaga langit dan bumi, siapa yang berada di dalam keduanya bahkan hal itu sangat mudah dan ringan bagi-Nya. Dialah yang mencukupi segala yang diusahakan setiap jiwa, yang  mengawasi segala sesuatu. Tidak ada satupun yang jauh dan tersembunyi bagi-Nya. Segala sesuatu adalah hina di hadapan-Nya. Dialah zat yang tidak akan ditanya tentang apa saja yang Dia lakukan. Tetapi merekalah yang akan ditanya. Dialah yang Maha Perkasa atas segala sesuatu, yang Maha Menghitung segala sesuatu. Yang Maha Mengawasi, Maha Tinggi dan Maha Agung. Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Dia dan tidak ada tuhan yang berhak diibadahi selain-Nya. (tafsir Ibnu Katsir 1/333)

WAHUAL ‘ALIYUL ‘AZHIM.
“dan Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung”
Makna kalimat tersebut adalah: hanya Dialah satu-satunya zat yang Maha Tinggi lagi Maha Agung atau Dialah satu-satunya zat mempunyai ketinggian dan keagungan. Dengan kata lain, kalimat ini mengandung dua makna
Pertama, penetapan sifat tinggi dan sifat agung bagi Allah SWT
Kedua, penafian sifat tinggi dan sifat agung bagi selain Allah SWT
Jadi, tidak ada yang tinggi kecuali Allah SWT dan tidak ada yang agung selain Allah SWT. Inilah kalimat yang berbentuk kata ma’rifah tertentu. Ia berfungsi untuk membatasi. Maksudnya hanya Dialah satu-satunya tiada yang lain melainkan hanya Dia.