ADAB BANGKIT KE I’TIDAL

Apabila kita telah selesai berhenti dalam ruku’, maka hendaklah kita kembali tegak berdiri serta membaca tasmie’, Yaitu:
“SAMI ALLAHULIMAN-HAMIDAH
Artinya: “Allah mendengar pujian orang-orang yang memuji dan memuja-Nya”.
Tasmie’ ini di riwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, Muslim dari Abu Hurairah R.A dari Nabi SAW.
Dan Hendaklah sebaik-baik berdiri, kita angkat tangan ke daun telinga, menurut sifat yang telah lalu.

Meng-angkat tangan ke arah telinga, menghadapkan jari-jari ke arah kiblat itu, menunjukkan seluruh rupa puji-pujian hanya untuk Allah SWT semata. Karena Dia-lah yang memberi semua nikmat. Nikmat hayat (kehidupan), kudrat (kukuasaan), Nikmat alimun (akal), Nikmat sami’ (pendengaran / memahami), Nikmat bashir (menyaksikan akan kebesaran-Nya). Sebagaimana Firmannya:

Artinya: “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya”. (Q.S Ibrahim 14:34)

Setelah berhenti tangan itu kadar senafas, turunkan kembali sambil meletakkan di dada. Sebagaimana hadits yang di riwayatkan oleh Imam Abu Daud, Ibnu Khuzaimah, Ahmad dari Wa il Ibnu Hujr. 
Adab di Kala I’tidal

Apabila kita telah I’tidal, maka hendaklah kita Ingat bahwa kita berdiri itu adalah untuk memuji Allah SWT. Dan men-sifatkan pujian kita itu, dan untuk mengakui ke hambaan kita kepada Allah SWT. Bahwasanya Allah SWT sendirilah yang dapat memberi manfa’at dan yang dapat menahannya.

Rukun I’tidal ini melengkapi se afdal-afdal dzikir dan semanfa’at-manfa’at Do’a. lantaran inilah rukun I’tidal, tidak kurang derajatnya dari pada rukun ruku’. di Waktu I’tidal ini, kita di bolehkan untuk mengucapkan sesuatu Do’a, yang kita inginkan, yang ada tuntunannya dari Nabi SAW. Seperti Do’a Qunut dan Lain-lainnya.

di Riwayatkan dari Abu Hurairah R.A berkata bahwa Rasulullah SAW berkata:
Yang Artinya: “Apabila Imam membaca Sami ‘Allahuliman-hamidah”, hendaklah kamu membaca “Allahumma Rabbana Wa Lakal Hamdu”. Sebab sesungguhnya barang siapa yang bacaannya bertepatan dengan bacaan malaikat, niscaya Allah SWT akan meng-ampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaq’alaih)

ALLAHUMMA RABBANA LAKAL HAMDU MIL USSAMA WATI WAMIL UL ARDHI WAMA BAYNAHUMA WAMIL U MA SYI’TA MIN SYAY IN BA’DU, AHLATSTSANA I WALMAJDI A HAQQU MA QALAL ‘ABDU WAKULLUNA LAKA ‘ABDU, ALLAHUMMA LAMANI’A LIMA A’THAIYTA WALA MU’THIYA LIMA MANA’TA WALA YANFA’U DZAL JADDI MINKAL JADDU
Artinya: “Ya Allah, Rabb kami, bagi-Mu segala puji sepenuh langit dan bumi dan sepenuh jarak antara keduanya dan sepenuh apa saya yang Engkai kehendaki setelah itu, Pemilik pujian dan keagungan. Sesuatu yang paling benar untuk di katakana seseorang hamba dan setiap kami adalah hamba-Mu. Ya Allah sesungguhnya tidak ada yang bisa menghalangi apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang bisa memberi apa yang Engkau larang dan tidak ada manfa’at kehormatan di banding kehormatan-Mu.” (H.R Muslim 477, Abu Daud 747 dan An-Nasa’i 2/198).

dan Terkadang beliau SAW menambahkan atas ucapan ini sesuatu Do’a seperti:
ALLAHUMMA THAHIRNI BITSTSALJI WALBARADI WAL MA IL BARID. ALLAHUMMA THAHIRNI MINADZ DZUNUWBI WALKHATHAYA KAMA YUNAQQATS TSAWBUL ABYADHU MINAL WASAKHI
Artinya: “Ya Allah, sucikanlah akan daku dengan air batu dan air dingin. Ya Tuhanku, sucikanlah akan daku dari segala dosa dan kesalahan, sebagaimana ia bersihkan kain putih dari kotoran”
Do’a ini di Riwayatkan oleh Ahmad, Muslm, dari Abdullah Ibn Abi Aufa R.A dari Nabi SAW.

Rasulullah SAW sering benar memanjangkan I’tidal ini dengan memanjangkan Do’a sehingga orang menyangka beliau telah lupa. Dan terkadang Nabi SAW membaca di dalam I’tidal di shalat Malam:

LI RABBIYAL HAMDU LI RABBIYAL HAMDU
Artinya: “Untuk Tuhanku segala rupa puji, Untuk Tuhanku segala macam puji”
Tahmid ini di Riwayatkan oleh Abu Daud dari Khuzifah, beliau mengulang-ulangi tahmid ini sekira lama ruku’

Rifa’ah Ibnu Rafi’ R.A telah menceritakan hadits berikut:
Pada suatu hari, kami shalat di belakang Nabi SAW (sebagai Makmum), ketika Ia mengangkat kepalanya dari Ruku’, ia mengucapkan:

SAMI ALLAHULIMAN HAMIDAH
Semoga Allah memperkenankan orang yang memuji kepada-Nya”,
Lalu seseorang lelaki yang ada di belakangnya mengucapkan:

RABBANA WALAKAL HAMDU HAMDAN KATSYRAN THAYYIBAN MUBARAKAN FIYHI
Artinya: “Ya Rabb kami, bagi-Mu puji-pujian, pujian yang banyak, baik dan barakah”. (H.R Bukhari 2/237, Abu Daud 770, An-Nasa’i 2-196 dan Ath-Thurmudzi 404)

Keterangan:
Ketika selesai (dari shalatnya),  Ia bersabda:
“Siapakah yang mengucapkan Do’a tadi?”, Lelaki Tersebut Menjawab “Saya”. Nabi SAW bersabda “Aku melihat 30 Malaikat lebih berlomba-lomba mencatatnya karena ingin menjadi pencatatnya yang pertama”.

Allah SWT telah Berfirman:
وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ  إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ

Artinya: “Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik, dan amal shaleh di naikannya” (Q.S Al-Fathir 35:10)

Apabila kita membaca “Allahumma Rabbana Lakal Hamdu Mil Ussama Wati Wamil Ul Ardhi Wama Baynahuma Wamil U Ma Syi’ta Min Syay In Ba’du”, Maka hendaklah kita ingat bahwa pujian yang kita hadapkan kepada Allah SWT. Ialah sepenuh langit, sepenuh bumi dan sepenuh apa saya yang Allah SWT kehendaki.
“Allahumma Rabbana, Ya Allah Rabb kami”. Yaitu Nama Dzat Allah mencakup segala sifat, Rabb yang maha mendidik dengan sebab dan akibat (Hukum Kausalita). “Lakal Hamdu, Bagi-Mu segala puji”, dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah R.A menerangkan bahwa para malaikatpun mengucapkan pujian pula sesudah Imam Mengucapkan Sami ‘Allahuliman Hamidah. (H.R Khamsah).

“Mil Ussama Wati Wamil Ul Ardhi, Sepenuh langit dan sepenuh bumi”, kalimat ini merupakan ungkapan kinayah yang menunjukkan banyaknya bilangan, sehingga andai kata pujian itu berupa benda, maka niscaya ia akan memenuhi langit dan bumi”
“Ba’du, yakni sesudah langit dan bumi”, yang di maksud ialah di bawah ‘Arasy dan di atas kursi ‘Arasy. Seakan-akan Nabi SAW mengatakan Aku memuji-Mu, dengan pujian yang memenuhi semesta alam, dan alam malakut.

Menurut Riwayat yang di kemukakan oleh Imam Muslim dan Abu Daud di tambahkan:
AHLATS TSANA-I WAL MAJDI AHAQQU MAQALAL ‘ABDU WAKULLUNA LAKA ‘ABDUN ALLAHUMMA LAMANI’A LIMA A’THAYTA WALA MU’THIYA LIMA MANA’TA WALA YANFA’U DZAL JADDI MINKAL JADDU
“Wahai Tuhan yang berhak untuk di sanjung dan di agungkan, perkataan yang paling berhak untuk di ucapkan bagi seorang hamba kita semua tiada lain adalah hamba-Mu. Ya Allah, tiada seorangpun yang dapat mencegah apa yang Engkau berikan, dan tiada seorangpun yang dapat memberi apa yang Engaku cegah serta tiada kedudukan dan harta yang dimiliki seseorang dapat memberikan manfa’at di sisi-Mu”

Keterangan:
“Ahlats Tsanaa”, di baca nashab, berkedudukan sebagai nida (objek yang di seru). Artinya “Wahai Tuhan yang berhak untuk di sanjung”. Lafaz ini dapat pula di baca “Ahluts Tsanaa” artinya “Engkau adalah Tuhan yang berhak di sanjung”.
“Al Majdu” artinya Agung dan paling terhormat.

Bila kita membaca “Wa Kulluna Laka ‘Abdun”, Maka hendaklah kita rasakan bahwa kita ini hamba Allah SWT, di Jadikan untuk beribadat kepada-Nya, dan Allah SWT sendirilah yang berhak menerima ibadat itu.

Bila kita membaca “Lamani’a Lima A’thayta Wala Mu’thiya Lima Mana’ta Yan Fa’u Dzal Jaddi Minkal Jaddu”, hendaklah tanamkan di hati kita bahwasanya Allah SWT sendirilah yang berhak menerima ibadat dan mempunyai Nikmat. Bila Allah SWT memberi nikmat-Nya, tak ada seorangpun yang dapat menahannya. Bila Allah SWT menahan nikmat-Nya, tak ada seorangpun yang dapat memberinya. Dan tak ada berguna di sisi-Nya barang sesuatu jugapun. Tak dapatlah harta, ketenaran, kemasyhuran, kekuasaan, jabatan didunia ini yang dapat melepaskan kita dari adzab Allah SWT yang memberi manfa’at hanyalah amal yang mendekatkan diri kepada Allah SWT.