Takbir itu dihabiskan di dalam tunduk kepada ruku’ itu, sambil mengatakan “Allahu Akbar” dan mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua pundaknya. Hadits Ibnu Umar R.A dia berkata yang Artinya:
“Aku melihat Rasulullah SAW, jika beliau hendak shalat, maka beliau mengangkat tangannya hingga sejajar dengan kedua pundaknya, lalu bertakbir. Jika hendak ruku’ beliau SAW melakukan hal itu juga. Jika bangun dari ruku’, beliau melakukan hal itu juga. Tapi, beliau tidak melakukan hal itu ketika mengangkat kepala dari sujud. (Muttaqun’alaih No. 703 dan No. 390)
Apabila kita telah tunduk kepada ruku' maka hendaklah kita letakkan kedua tangan kita di atas kedua lutut, dengan merenggangkan anak jari-jari dan hendaklah kita merenggangkan kedua-dua siku kita dari lambung. Dan hendaklah kita datarkan belakang (punggung) kita atau menyamakan tinggi kepala dengan dataran belakang itu. Jangan ditundukkan dan jangan ditinggikan.
Membaca Tasbih Dalam Ruku’
Sesudah sempurna keadaan ruku', hendaklah kita membaca tasbih ruku’ sebagaimana hadits yang di riwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah dari ‘Uqbah Ibnu Amir R.A, ujarnya:
Manakala turun firman Allah SWT:
فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ
Artinya: “Maka Bertasbilah Kamu Dengan Nama Tuhan\mu Yang Maha Besar” (QS 56: Al Waqi’ah 96)
1. Maka Rasul S.A.W berkata :
IJ’ALUW HAA FI RUKUW ‘IKUM
“Jadikanlah Tasbih, Subhanarabbial’adzim Dalam Ruku’mu”
Dikala ruku' itu hendaklah kita ingat bahwa kita melakukan ruku’ itu untuk menyatakan kebesaran Allah S.W.T; karena itu, seutama-utama zikir di dalam ruku’ ialah “Subhana Rabbial ‘Adzim”
Al-Albani membawakan sebuah hadits “Subhanarabbial ‘adzim” di ucapkan sebanyak tiga kali (HR Riwayat Ahmad, Abu Daud. Ibnu Majah, Daru Qudhni, Ibnu Khuzaimah, Thabrani dan yang Lainnya). Sedangkan yang lebih lengkap adalah mengucapkannya sebanyak sepuluh kali berdasarkan hadits Hudzaifah R.A:
“Bahwa Rasulullah S.A.W Pernah Membacanya Sebanyak Sepuluh Kali”
Di Riwayatkan oleh Al-Bukhari bahwa Umar Bin Abdul Aziz biasa membacanya sebanyak sepuluh kali: maka Anas r.a berkomentar “aku tidak pernah shalat di belakang seorang pun yang lebih mirip dengan shalat Rasulullah S.A.W dari pada shalatnya orang ini yakni Umar bin Abdul Aziz”
Membaca tasbih adalah untuk mengakui kesucian Allah S.W.T yang Maha Besar dari segala rupa kekurangan. Maka apabila kita membaca “Subhana rabbial ‘adzim” hendaklah kita kenangkan kebesaran Allah s.w.t. kebesaran urusan-Nya, dan hendaklah kita ingat akan kehinaan diri kita dan kesucian Allah s.w.t dari segala kekurangan.
2. Terkadang beliau membaca:
SUBBUWHUN QUDDUWSUN RABBUL MALA IKATI WARRUH
“Tuhan Yang Maha Suci, Tuhan Yang Maha Kudus, Tuhan Yang Memelihara Malaikat Dan Ruh”
Tasbih ini diriwayatkan oleh Muslim (487), Abu Daud (872) dari Aisyah R.A dari Nabi S.A.W
3. Terkadang beliau membaca:
SUBHANA DZIYL JABARUWT, WALMALAKUWTI WALKIBRI YA-I-WAL’AZHAMATI.
“Maha Suci Tuhan (Aku Akui Kesucian Tuhan) Yang Mempunyai Kekerasan, Kekuasaan, Kebesaran Dan Kemuliaan
Tasbih ini diriwayatkan oleh Abu Daud (873), Ahmad At-Turmudzi An-Nasa-i (2/191) dari Awuf Ibnu Malik R.A
4. Kadangkala beliau membaca:
SUBHANAKALLAHUMMA RABBANA WA BIHAMDIKA, ALLAHUMMAGHFIRLIY
“Maha Suci Engkau, Wahai Tuhanku, Wahai Tuhan Kami, Dan Dengan Memuji Engkau (Aku Akui Kesucian-Mu) Wahai Tuhan Kami Seraya Aku Memuji-Mu, Ya Allah Ampunilah Segala Dosaku”
Tasbih ini diriwayatkan oleh Aisyah r.a dari Nabi s.a.w dan juga hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari (794) dan Muslim (484) dari Aisyah r.a
5. Pada sekali-kali beliau membaca
ALLAHUMALAKA RAKA’TU, WABIKA AMANTU, WALAKA ASLAMTU, WA’ALAYKA TAWAKALTU ANTA RABBI KHASYA’A QALBI WASAM’I WABASHARIWWADAMI WALAHMI WA’AZHMI WA’ASHABILILLAHI RABBIL’ALAMIYN
“Wahai Tuhanku! Untuk Engkau Aku Ruku', Kepada Engkau Aku Beriman, Kepada Engkau Aku Menyerahkan Diri Dan Kepada Engkau Aku Bertawakal. Engkaulah Tuhanku, Telah Tunduk Jiwaku, Pendengaranku, Penglihatanku, Darahku, Dagingku, Tulangku Dan Urat Nadiku Kepada Allah Yang Memelihara Segala Alam”
Do’a Ini Diriwayatkan Oleh Ahmad, Muslim, Abu Daud Dari Ali R.A Dari Nabi S.A.W
Abu Mas’ud Al-Anshari berkata: Rasulullah s.a.w bersabda: LA TUJZI-U-SHALATAN LAYUQIMURRA JULU FIHA SHULBAHU FIRRUKU’I WASSUJUUD.
“tidak sah shalat seseorang yang tidak meluruskan tulang belakangnya ruku' dan sujud” (HR Lima Imam Hadits)
(Musnad Ahmad (4/22), Sunan Abu Daud (855), At-Turmudzi No 265, An-Nasai (Al-Mujtaba) No 1027, Ibnu Majah No 870, lihat juga Shahih Ibnu Khudzaimah (1/333), Shahih Ibnu Hibban (5/217) No. 1892, Al-Ahadits Al-Mukhtarah (8/166, 182), At-tirmidzi menilai hadits ini shahih)
Hudzaifah R.A pada suatu hari melihat seseorang lelaki yang (sedang shalat) tidak menyempurnakan ruku' dan sujudnya, lalu berkata: Imashallaytu Walaw Muttamutta ‘Ala Bhayril Fithratillatiy Fatarallahu Muhammadan S.A.W ‘Alaiha
“engkau masih belum shalat, seandainya engkau mati, niscaya engkau mati bukan dalam keadaan fithrah (agama Islam) yang telah ditetapkan Allah s.w.t kepada Nabi s.a.w (HR Bukhari dan Muslim)
Sahabat Ali R.A telah menceritakan hadits berikut : Nabi s.a.w apabila ruku' maka ia mengucapkan : ALLAHUMA LAKA RAKA’TU WABIKA AMANTU WALAKA ASLAMTU KHASYA’A LAKA SAM’IY WA BASHARIW WAMUJJI WA ‘AZMIY WA’ASHABIY
“Ya Allah hanya kepada Engkaulah aku ruku', hanya kepada Engkaulah aku beriman dan hanya kepada Engkaulah aku berserah diri. Pendengaranku, penglihatanku, otakku, tulangku dan syarafku semuanya khusyuk kepada-Mu” (Riwayat Khamsah kecuali Bukhari)
Ket: Nabi s.a.w mengucapkan do’a ini seseudah tasbih atau sebelumnya.
Sahabat Abdullah Ibnu Mas’ud R.A telah menceritakan dari Nabi s.a.w bahwa beliau pernah bersabda : “apabila seseorang di antara kalian ruku' lalu ia mengucapkan dalam ruku'nya itu do’a ini, “Maha Suci Rabbku yang Maha Agung” sebanyak tiga kali maka ruku'nya telah sempurna, yang demikian itu merupakan batas minimalnya. Dan apabila ia sujud lalu mengucapkan dalam sujudnya itu do’a ini “Maha Suci Rabb ku yang Maha Tinggi” sebanyak tiga kali berarti sujudnya telah sempurna, yang demikian itu merupakan batas minimalnya. (HR Turmidzi dan Abu Daud)
Di antara para fukhaha ada yang berpendapat bahwa bertasbih itu bukan wajib. Pendapat ini menyalahi dhahir Al-Qura’an dan As-Sunah. Dhahir Al-Qur’an dan As-Sunah menunjukan kepada wajib mengerjakan dan membacanya.
Golongan Yang Mewajibkan Tasbih Berdalil Dengan Firman Allah S.W.T
وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا
“Dan Bertasbilah Seraya Memuji Tuhanmu Sebelum Terbit Matahari Dan Terbenamnya” (20: Thaha:130)
Dikehendaki dengan tasbih di sini ialah shalat. Di antara jalan menetapkan suatu perbuatan menjadi rukun ialah tuhan menamakan shalat dengan perbuatan itu. Di dalam ayat ini tuhan menamakan shalat dengan tasbih. Hal ini menunjukan kepada wajib tasbih sebagaimana perkataan:
قُمِ اللَّيْلَ إِلا قَلِيلا
“Berdirilah pada malam hari melainkan sedikitnya” (QS. Al Muzammil: 73:2)
Menamakan shalat dengan perbuatan-perbuatan tersebut, menunjukan bahwa perbuatan-perbuatan itu tak dapat tidak harus dikerjakan. Kalau dikatakan shalat itu berwujud walaupun tak ada tasbih, tentulah menyuruh tasbih tidak dipandang menyuruh shalat: karena lafadz pada ketika itu bukan menunjuk pada maknanya, tidak pula pada kelaziman maknanya.