الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ ۞ قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ
Artinya: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya” (Q.S Al-Mu’minun 23: 1-2)
Sungguh beruntung orang-orang yang bershalat, yang mereka itu dalam shalatnya berlaku khusyu’
Al-Imam Al-Ghazaly dalam Ihya Ulumuddin berkata: “di Syaratkan shah shalat dengan Khusyu’ dan kehadiran hati”. Dalil yang menunjuk kepada demikian itu dalam Al-Qur’an sangat banyak, antara lain:
Firman Allah SWT:
وَأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِي
Artinya: “Dirikanlah olehmu akan shalat untuk mengingat Daku” (Q.S Thaha 20:14)
Dhahir Firman (Perintah Allah) ini mewajibkan khusyu’, Karena lalai berlawanan dengan Ingat. Maka orang yang lalai disepanjang shalatnya, tentulah tidak dapat di pandang bahwa ia mendirikan shalat untuk mengingat akan Allah SWT. Orang itu masih taraf melakukan shalat, karena tiada Khusyu’ dan hadir hati di dalamnya.
Dalam surat Al-A’raf, Allah SWT berfirman:
الْغَافِلِينَ وَلا تَكُنْ مِنَ
Artinya: “dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (Q.S Al-A’raf 7:205)
Wala: dan janganlah, menunjukan kalimat larangan untuk bersikap lalai didalam shalat, Dhahir larangan ini, mewujudkan haram.
Didalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
مَا تَقُولُونَ حَتَّى تَعْلَمُوا
Artinya: “Sehingga Kamu Mengetahui akan apa yang kamu kerjakan” (Q.S An-Nisa’ 4:43)
Ayat ini menerangkan bahwasanya: orang yang sedang mabuk dilarang bershalat, karena mereka tidak mengetahui apa yang mereka ucapkan. Tidak mengetahui apa yang di Ucapkan terdapat juga pada orang yang lalai, yang ingatannya (hatinya) penuh dengan berbagai-bagai lintasan dan beraneka rupa goresan hati.
Juga dalam Surat Al-Ma’un Q.S 107, Ayat 4 dan 5, Allah SWT tegaskan:
الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ ۞ فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ
Artinya: “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lali dari shalatnya”
Sabda Nabi SAW bersabda:
MAN LAN TANHAHU SHALATUHU ‘ANIL FAHSYA I WAL MUNKARI LAM YAZDAD MINALLAHI ILLA YU’DAA
Artinya: “Barang Siapa Yang Tiada Dicegahnya Oleh Shalat Dari Fahsya’ Dan Munkar, Tiadalah Bertambah Baginya, Selain Dari Jauh Dari Allah SWT” (H.R Ali Ibn Ma’baddari hasan dalam buku Syarah Ihya 2:112)
Nabi SAW Juga bersabda:
KAM MIN QA IMI HAZHZHUHU MIN SHALATIHIT TA’ABU WANNASHAB
Artinya: “Berapa Banyak Orang Yang Bershalat Malam, Keuntungan Yang Diperoleh Dari Shalatnya, Hanyalah Payah Dan Letih” (H.R Ibnu Majah dari Abu Huraira R.A dalam Buku Syarah Ihya 3:112)
Shalat orang yang lalai, dari memahami shalatnya dari khusyu’, tidak dapat mencegahnya dari Fahsya dan munkar.
Sesungguhnya orang-orang yang bershalat itu ialah: “orang yang sedang bermunajat dengan Tuhannya”. Maka apabila kita berbicara dengan Tuhan, sedang hati dan ingatan kita menerawang kemana-mana, tiadalah sekali-kali dinamai bermunajat. Orang yang sedang shalat tidak mengetahui dia sedang tidak bermunajat, sama dengan orang yang sedang mabuk.
Kata Abdul Wahid bin Zaid:
“Telah ber Ijma’ para ulama: bahwa seseorang hamba tidak memperoleh dari shalatnya, melainkan sekedar yang dia pahamkan dari padanya” (Syarah Ihya 2:115)
Wal hasil, hendaklah kita berdaya upaya menghasilkan Khusyu’ dan Kehadiran hati dalam shalat. Apabila tak dapat kita menghasilkan Khusyu’ dalam keseluruhannya, maka hendaklah khusyu’ itu, mestilah terdapat dalam sebahagiannya.
Penetapan Al-Imam Al-Ghazaly, inilah yang dipandang kuat dan benar oleh Al-Ustadz Abdul Aziz Al-Khuly, beliau berkata: “Masalah ini, masalah wajib khusyu’ dalam shalat, tidak patut diperselisihkan, yakni: tak patut ada yang mengatakan khusyu’ itu tidak wajib, karena apakah harga shalat, yang tak ada khusyu’ didalamnya itu? Tuhan telah menyangkutkan kemenangan para Mushalli kepada Khusyu’, karena itu, wajiblah kita sadari” (Ta’liq Subulus Salam 1:200)
Pengertian Khusyu’:
Setelah kita mengetahui bahwa jiwa shalat itu ialah: Ikhlas dan Khusyu’, bahwa mendirikan shalat itu ialah: Mewujudkan jiwa shalat dan hakikatnya dalam rupa tubuh yang lahir, maka wajiblah kita mewujudkan Khusyu’ yang menjadi jiwa shalat itu
Telah jelas bahwa kedudukan Khusyu’ dan Ikhlas dalam shalat adalah setamsil kedudukan ruh (jiwa) dalam suatu tubuh. Apakah yang dikatakan Khusyu’ itu?
- Kata Ali Ibn Abi Thalib R.A: ”Khusyu’ ialah merendahkan suara, tiada berpaling ke kanan kekiri, memahami maksud yang di baca”
- Kata Ibnu Jubair R.A: “Khusyu’ ialah tetap mengarahkan pikiran dalam shalat, hingga tiada mengetahui orang sebelah kanan dan orang sebelah kirinya”
- Kata ‘Atha R.A: “Khusyu’ ialah: tiada mempermain-mainkan tangan, tiada memegang-mengang badan dalam shalat”
Kesimpulannya: “Khusyu’ adalah amalan hati, suatu keadaan (kelakuan) yang mempengaruhi jiwa. Lahir bekasannya pada anggota, seperti tenang dan menundukan diri”
Bersabda Nabi SAW:
LAU KHASYA’A QALBU HADZARRAJULI LAKHASYA’AT JAWARIHUH
Artinya: “Sekiranya Khusyu’ Hati (Jiwa) Orang Ini, Tentulah Khusyu’ Segala Anggotanya” (H.R Al-Hakim, At-Thurmudzi dari Abu Hurairah)
Ringkasnya Khusyu’ ialah “Tunduk dan tawadduk, serta berketenangan hati dan segala anggota badan kepada Allah SWT”
Firman Allah SWT:
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الأمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ
Artinya: “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S Al-Hadid 57:16)