DO’A QUNUT DALAM SHALAT FARDHU

Qunut pada lughat bermakna: Do’a. Do’a yang di baca dalam ke adaan berdiri dalam shalat. Dan makna yang di ma’rufkan ialah Berdo’a untuk menolak sesuatu bala, meminta sesuatu pertolongan yang tertentu atau memohon sesuatu pertolongon dari pada Allah SWT di Dalam I’tidal yang akhir dari shalat-shalat Fardhu.

Nabi SAW pernah berdo’a sebulan lamanya dalamShalat Dzuhur, ‘Ashar, Maghrib, ‘Isya dan Shubuh dalam I’tidal Raka’at yang terakhir, memohon kepada Allah SWT agar menimpakan bencana pada golongan ri’il, Dzakwan dan ‘Ushaiyyah atas kekhianatan mereka membunuh 70 orang sahabat yang di utus oleh Nabi SAW untuk mengajar mereka.
Kata ‘Ikrimah: “Inilah permulaan Qunut”.

Nabi SAW pernah pula memohon kepada Allah SWT dalam I’tidal raka’at yang terakhir, agar Allah SWT melepaskan Al-Walid, Salamah Ibn Hisyam, ‘Iyasy Ibn Abi Rabi’ah dan orang-orang mukmin yang lemah yang tertindas dari gangguan kaum quraisy
Nabi SAW menjaharkan Do’anya itu dan di Amini oleh para Ma’mum.

Juga Nabi SAW pernah ber-qunut, memohon semoga Allah SWT menurunkan kutuk atas golongan kaum arab dalam shalat shubuhnya. Apabila telah hilang sebab-sebab di adakannya qunut, beliaupun meninggalkan qunut itu. Qunut yang di laksanakan untuk maksud-maksud demikian itu di namai Qunut Nazilah.

Para Ulama Berbeda Pendapat Tentang Di Syari’atkannya Qunut.

Pendapat Pertama: bahwa ia adalah sunnah yang di tekankan, di sunnahkan untuk melakukan secara terus menerus dalam shalat shubuh, ini merupakan mahzab Malik dan Asy-Syafi’i.
dalilnya ialah Hadits Bara’ bin Azib, “Bahwa Rasulullah melakukan Qunut pada waktu subuh.” (H.R Muslim 678, Ath-Thurmudzi 401, Abu Daud 1441 dan An-Nasa’ 2-202)

Hadits Abu Hurairah, ia berkata “Bisanya Rasulullah SAW apabila telah selesai dari membaca surat, bertakbir. dan mengangkat kepalanya dalam shalat Fajar: “Allah mendengar orang-orang yang memuji-Nya, ya Rabb kami bagimu segala puji”. Kemudian beliau membaca sambil berdiri: “Ya Allah, selamatkanlah Walid bin Walid, Salamah bin Hisyam, Iyash bin Abi Rabi’ah dan orang orang lemah dari kalangan kaum mukminin,. Ya Allah keraskanlah siska-Mu kepada Mudhar. Timpakanlah pada mereka tahun-tahun paceklik seperti yang terjadi pada zaman Nabi Yusuf. Ya Allah, laknatilah suku Lihyan, Ri’il, Dzakwan dan Ushuyah yang bermaksiat kepada Allah dan Rasulnya”. Kemudian sampai berita kepada kami, bahwa beliau meninggalkan do’a tersebut setelah turun ayat. Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau meng-adzab mereka karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim (Q.S Ali Imran 3:128).
Hadits ini di Riwayatkan oleh Bukhari No. 804 dan Muslim No. 675

Hadits yang semisal dari Ibnu Umar bahwa: ia mendengar Rasulullah SAW jika telah selesai mengangkat kepalanya dari ruku’ pada raka’at terakhir shalat fajar, beliau SAW mengucapkan: “Ya Allah, Laknatlah si fulan, si fulan dan si fulan” Hal ini di lakukan setelah beliau mengucapkan Allah mendengar siapa yang memuj-Nya, Ya Rabb bagi-Mu segala puji”. Lalu Allah menurunkan firman-Nya: “Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu, sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim (Q.S Ali-Imran 3:128).” (H.R Bukhari 4559)

Mereka berkata: pengambilan dalil dari hadits tersebut adalah bahwa Nabi SAW melakukan qunut setelah bangkit berdiri dari ruku’ shalat fajar. Hal ini menunjukkan kontinuitas beliau. Adapan beliau meninggalkannya karena turun ayat.

Pendapat Ke Dua: bahwa Qunut dalam shalat Fajar dan selainnya adalah telah dihapus dan Bid’ah. ini merupakan mahzab Abu Hanifah dengan memegang dalil-dalil berikut:

Ibnu Ummar berkata: “Saya tidak menyaksikan seorangpun melakukannya”
Juga dari Ibnu Mas’ud: “Bahwa beliau tidak melakukan Qunut dalam shalat Fajar”

Pendapat Ke Tiga: beliau tidak melakukan Qunut kecuali pada waktu qunut Nazilah. Ini merupakan mahzab Ahmad dan sebagian pengikut Hanafiah belakangan ini dengan Dalil berdasarkan Hadits dari Anas R.A:
Bahwa Nabi SAW tidak melakukan Qunut kecuali jika mendo’akan kebaikan atau kecelakaan bagi suatu kaum”

Pendapat ke Empat: boleh melakukan qunut atau meninggalkannya. Ini merupakan pendapat Ats-Tsauri, Ibnu Jarir, At-Thabari, Ibnu Hazm dan Ibnu Qayyim.
Mereka berkata: dari berbagai kumpulan riwayat yang ada tentang qunut subuh, bisa di tetapkan bahwa beliau SAW kadang-kadang melakukannya dan kadang-kadang meninggalkannya sebagai pengajaran bagi umatnya, bahwa mereka boleh memilih untuk melakukannya atau meninggalkannya.

Ibnu Qayyim berkata: Para ahli hadits bersikap pertengahan antara mereka (yang melarang qunut secara mutlak) dan mereka yang mensunnahkan saat ada peritiwa musibah dan selainnya. Ahli hadits lebih tahu tentang hadits dari pada kedua golongan tersebut. Mereka melakukan qunut karena Rasulullah SAW melakukannya dan mereka meninggalkan qunut karena Rasulullah SAW juga meninggalkannya. Mereka mengikuti beliau dalam melakukan dan meninggalkannya. Mereka mengatakan: “Melakukan Qunut adalah sunnah dan meninggalkannya juga sunnah. Bersamaan dengan ini mereka tidak meng ingkari orang yang melakukan qunut secara terus-menerus dan tidak membenci untuk melakukannya, tidak memandangnya sebagai bid’ah dan tidak menganggap orang yang melakukannya sebagai penyelisih sunnah. Mereka juga tidak meng ingkari terhadap orang yang berpendapat tidak di lakukan qunut meski saat ada peristiwa penting, dan tidak di menganggap tindakan meninggalkan qunut adalah bid’ah, merekapun tidak menganggap orang yang meninggalkannya sebagai pelaku bid’ah yang menyelisihi sunnah. Bahkan siapa yang melakukan qunut berarti telah berbuat baik, dan siapa yang meninggalkan qunut maka juga telah berlaku baik”

Tidak di dapati keterangan yang shahih yang menegaskan, bahwasanya Nabi SAW tetap berqunut dalam I’tidal yang kedua dari shalat shubuhnya. Karena itu, dipandang bid’ahlah mengekalkan yang demikian oleh para muhaqqiqin.

di Riwayatkan oleh Ibnu Hibban, Al-Khatib dan Ibnu Khuzaimah dan dishahihkannya, dari Anas Ibn Malik R.A berkata:

ANNA NABIYYA SAW KANALA YAQNUTU FIY SHALA TISHSHUBHI ILLA IDZA DA ‘A LIQAU MI AW DA’A ‘ALA QAUMIN
“Bahwasanya Nabi SAW tiada berqunut dalam shalat shubuh, melainkan apabila beliau berdo’a untuk sesuatu kaum atau terhadap suatu kaum” (Bulughul Maram 48)

Di Riwayatkan oleh Ibn Abi Syaibah dari Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas Ibnuz Zubair dan Khalifah yang Tiga (Abu Bakar, Usman, dan Ali R.A) bahwasanya beliau-beliau itu tidak berqunut dalam shalat shubuh.

Pendapat yang lebih Kuat setelah melihat hadits hadits shahih dalam masalah ini adalah, Bahwa beliau SAW tidak melakukan Qunut kecuali dalam Qunut Nazilah, karena dari hadits yang shahih ada yang menunjukkan Do’a Nabi SAW dalam shalat Fajar, semua mendo’akan kecelakaan atau keselamatan suatu kaum. Demikian pula riwayat yang ada dari Umar bin Khattab yang di antaranya:

Tolonglah mereka ats musuh-Mu, dan musuh mereka. Ya Allah Laknatlah orang-orang kafir dari golongan Ahli Kitab. Ya Allah, cerai-beraikanlah persatuan mereka, goncangkanlah kedudukan mereka, dan turunkanlah siksamu yang tidak bisa di tolak atas kaum yang berdosa.

Imam Ahmad di Tanya tentang kaum yang melakukan qunut di bashrah, “Bagaimana pendapat anda melakukan shalat di belakang orang yang qunut?”, Beliau Menjawab “Sejak dahulu, kaum muslimin melakukan shalat di belakang orang yang melakukan qunut dan juga di belakang orang yang tidak melakukan qunut” (Sanadnya Shahih, di Riwayatkan oleh Abdur Razzaq 4969)


Qunut dalam Shalat Lima Waktu

di Syariatkan melakukan qunut dalam shalat lim waktu, jika memang ada kejadian yang penting (musibah besar) bagi kaum muslimin, berdasarkan hadits Ibnu Abbas berkata: “Rasulullah SAW melakukan qunut secara berturut-turut selama sebulan pada waktu Dzuhur, Ashar, Magrib, Isya’ dan shalat Subuh, setiap akhir shalat, jika telah mengucapkan Sami’allahuliman-hamidah, saat raka’at terakhir. Beliau mendo’akan kecelakaan bagi sekelompok kaum dari Bani Salim, Ri’il, Dzakwan dan Ushayyah sementara orang-orang yang di belakangnya mengamini.” (H.R Ahmad 1/301, Ibnu Jarud 197, Ibnu Khuzaimah 618, Hakim 1/225, Baihaqi 2/200 dll)

Rahasia Dzikir Qunut

Do’a Dzikir Qunut ini yang di ajarkan Nabi SAW kepada Al-Ahsan, Untuk di ucapkan dalam Shalat Witir.

Apa yang harus direnungkan dikala membaca qunut?
Apabila seseorang membaca Allahummahdini fi man hadaita, hendaklah ia hujamkan, bahwa ia sangat menghayati petunjuk Allah SWT. Dan mengharapkan semoga Allah SWT memasukannya kedalam golongan orang-orang orang yang telah mendapat petunjuk.

Apabila ia membaca “Wa ‘Afini Fi Man ‘Afaita, hendaklah ia mengharapkan benar-benar akan memperoleh ‘afiat sebagai orang-orang yang telah memperolehnya, agar ia mendapati dua kebahagiaan: kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat.

Apabila ia membaca “Wa Tawallani Fi Man Tawallaita”, hendaklah ia penuhkan harapan semoga Tuhan menolongnya, melimpahkan ‘Inayat-Nya kepadanya, menolak yang ia takuti dan memberi yang ia harapkan. Karena seseorang yang mendapat ‘Inayat Allah SWT terhindar dari kesukaran dan memperoleh barang yang di hajatinya.

Apabila ia membaca “Wa Barik Li Fi Ma A’thaita”, hendaklah ia mengharap supaya diberkati segala apa yang telah di berikan kepadanya

Apabila ia membaca “Wa Qini Syarra Ma Qadlaita”, hendaklah ia mengharap benar, supaya ia dipelihara dari segala rupa kejahatan.

Apabila ia membaca “Fa Innaka Taqdli Wa La Yuqdla ‘Alaika”, hendaklah ia menghidupkan perasaan, bahwa Tuhanlah yang maha berkuasa melaksanakan qadla-Nya dan tak dapat qadla-Nya itu di rubah oleh seseorangpun juga

Apabila ia membaca “Wa Innahu Layadzillu Man Walaita”, hendaklah ia merasai bahwa orang-orang yang dimuliakan Allah SWT tidak akan dapat di hinakan, tidak merasa dirinya hina, hidup padanya perasaan mulia diri, ia tidak mau tunduk melainkan kepada kebenaran

Apabila ia membaca “Wa La Ya’izzu Man ‘Adaita”, hendaklah ia Insafi bahwa orang-orang yang dimusuhi Allah SWT pasti akan terjerembab kedalam kancah kebinasaan dan tidak layak orang yang di musuhi Allah SWT kita muliakan.

Apabila dia membaca “Tabarakta Wa Ta’alaita”, hendaklah ia akui benar-benar bahwasanya Allah SWTlah yang maha besar keberkatan-Nya dan maha tinggi, kekal kebajikan-Nya dan tegak tetap ketinggian-Nya.

Apabila ia bershalawat kepada Nabi SAW maka hendaklah ia berharap benar-benar semoga Tuhan menambah-nambahkan kebesaran Nabi SAW dengan menambah-nambahkan berkembangnya agama Nabi SAW dan menarik manusia kepada menganuti syari’at beliau.

Hadits Ini di Riwayatkan oleh Ahmad dan Ahlus Sunnan dan Lain-Lain dari Al-Hasan Ibn ‘Ali R.A.
Kata Ath-Thurmudzi “Hadits Ini Hasan. Tidak di ketahui dari Nabi SAW soal Qunut, hadits yang lebih baik daripadanya.”
Kata An-Nawawy “Sanadnya Shahih”